Hola! 97's nih hehe. Aku mahasiswi di Universitas Esa Unggul Jakarta-Barat

Rabu, 14 Juni 2017

Jean Paul Sartre

Berbicara mengenai kebebasan dapat dikatakan bahwa manusia tidak pernah sampai kepada suatu pengertian yang pasti tentang apa itu kebebasan, karena terminologi kebebasan memiliki cakupan yang sangat luas. Namun, apabila kebebasan difokuskan pada manusia, maka kebebasan merupakan salah satu aspek yang tidak dapat dipisahkan dari manusia, karena melalui kebebasan manusia berusaha mengaktualisasikan atau merealisir dirinya sebagai individu yang bereksistensi. Dengan kata lain, kebebasan tidak hanya mencakup salah satu aspek dari manusia untuk di aktualisasikan atau di realisir tetapi seluruh hidup manusia itu adalah kebebasan atau kebebasan mencakup seluruh eksistensi manusia. Kebebasan dicetuskan oleh Jean Paul Sartre dalam bukunya yang berjudul eksistensialisme humanisme. Sartre menggagas bahwa manusia adalah kebebasan.Konsep kebebasan yang mengalir dari Sartre tidak dapat dipahami lepas dari gagasannya mengenai cara berada manusia di dunia yang dia lukiskan secara radikal dalam dua bentuk, antara lain “etre-pour-soi (being-for-itself) dan etre-en-soi (being-in-itself).
Titik berangkat pemikiran Sartre diawali dari pandangannya tentang manusia. Menurut Sartre, manusia merupakan satu-satunya makhluk yang bereksistensi, artinya bahwa manusia itu bukanlah sesuatu yang konseptual melainkan sesuatu yang aktual. Dengan demikian, eksistensi pertama-tama bertolak dari manusia sebagai subjek. Oleh karena eksistensi bertolak dari manusia sebagai subjek, maka eksistensi manusia tidak sama dengan objek-objek yang lain, karena eksistensi manusia tidak dihasilkan darisesuatu yang ditentukan melainkan suatu penyangkalan terhadap objek tertentu.Pemahaman ini bertolak dari apa yang dicetuskan oleh Sartre bahwa eksistensi mendahului esensi. Artinya, manusia itu berada dulu baru ada. Berada dulu baru ada hendak mengatakan suatu pengertian bahwa manusia pada awalnya adalah kosong. Tetapi, oleh karena pilihan bebasnya manusia menjadi ada. Dengan kata lain, kebebasan manusia untuk memilih menjadikan kekosongannya bereksistensi. Bereksistensi berarti bertindak sesuai dengan pilihan saya sebagai satu-satunya individu yang bebas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manusia itu “ada” sejauh ia bertindak terhadap sesuatu bagi dirinya sendiri dan apa yang dia lakukan untuk dirinya sendiri adalah lahir dari kebebasan dan kesadarannya sebagai individu yang menyadari sesuatu yang berarti bagidirinya. Eksistensialisme humanisme Sartre lahir sebagai gugatan terhadap aliran filsafat yang menganut paham idealisme dan materialisme. Filsafat idealisme yang berpuncak pada Hegel mengatakan bahwa manusia tidak lebih dari sekadar “roh” yang sedang berkembang dan bergerak menuju kesempurnaan diri. Manusia dalam pandangan Hegel bukanlah individu yang memiliki otonomi dan bereksistensi melainkan hanyalah suatu proses penyempurnaan diri dari Roh untuk menjadi absolut. Oleh karena itu, menurutHegel, manusia tidak mencerminkan suatu kehidupan yang konkrit karena makna dan kedudukannya terserap dalam kesadaran Roh Absolut. Demikian pula kaum materialis berpendapat bahwa manusia tidak lebih dari sekadar materi sebagai berada di atas kesadaran manusia. Berangkat dari gagasan di atas, Sartre berpendapat bahwa para filsuf idealis danmeterialis telah mereduksi hakekat manusia sebagai individu yang bereksistensi ke dalam proses dialektik kesadaran roh dan materi. Menurut Sartre, manusia tidak pernah dapat direduksir ke dalam realitas roh dan materi, karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang memiliki kesadaran tentang dirinya sebagai individu yang bebas dan bereksistensi.
Tesis kesadaran merupakan salah satu aspek yang mendasari filsafateksistensialisme humanisme Sartre. Tesis ini dipengaruhi oleh fenomenologi sebagaisalah satu aliran filsafat yang menggeser fokus kesadaran dari objek-objek ke kesadaran tentang objek-objek. Menurut fenomenologi kesadaran bukanlah semata-mata kesadaran,tetapi selalu merupakan kesadaran tentang sesuatu, yaitu kesadaran tentang sesuatu yang berada di luar dirinya. Artinya, kesadaran itu perama-tama bertolak dari dirinya sendiri menuju kepada objek-objek dan bukan sebaliknya dari objek menuju ke kesadaran.Sartre mengamini bahwa kesadaran itu selalu merupakan kesadaran tentang sesuatu. Namun, Sartre berseberangan dengan fenomenologi Husserl berkaitan dengan ego dan kesadaran. Husserl yang dipengaruhi oleh Kant berdalil bahwa kesadaran bersumber dari ego transendental karena apa yang disebut ego tidak ditemukan dalam pengalaman melainkan ego menjadi syarat bagi pengalaman itu sendiri. Dengan kata lain,kesadaran mensyaratkan adanya ego yang menyadari sesuatu. Dalam hal ini Sartre berbeda pendapat dengan Husserl dengan mengatakan bahwa kesadaran itu tidak samadengan benda-benda karena benda-benda itu adalah kekosongan. Dalam hal ini, egodalam konsep Sartre tidak menjadi syarat mutlak bagi kesadaran, karena ego merupakan bagian dari dunia objek sedangkan kesadaran adalah kekosongan. Oleh karena itu, egodan kesadaran tidaklah sama. Dengan demikian, Husserl dan Sartre memiliki jalan pikiran yang berbeda dalam memahami kesadaran. Kalau dalam Husserl kesadaran dipahami sebagai kesadaran dari objek ke kesadaran, sebaliknya Sartre memahami kesadaran sebagai subjektif karena kesadaran itu ada dalam diri individu yang mengarahkan kesadarannya kepada objek dan bukan objek yang mengarahkan kesadarannya kepada individu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar